Marak Isu Transgender, Bunda Dorce Angkat Bicara dan Buat Statement Mengejutkan yang Bikin Netizen Bangga!

Beberapa waktu belakangan ini dunia sedang dihebohkan dengan fenomena transgender. Transgender mencakup soal identitas gender dan sebenarnya tidak hanya perkara soal seorang pria yang menjadi wanita saja, tapi bisa juga sebaliknya.

Para ahli menjelaskan bahwa transgender merujuk pada orang-orang yang memiliki perasaan internal dan pribadi seseorang tentang menjadi pria atau wanita. Hal ini meliputi perilaku, ekspresi dan segala hal yang menyangkut identitas seseorang.

Sponsored Ad

Ahli menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang membuat seseorang bisa menjadi transgender. Salah satunya karena faktor lingkungan dan psikologi. Umumnya mereka merasakan perasaan tidak nyaman dan tertekan karena merasa berbeda di tubuh yang salah.

Di Indonesia sendiri, fenomena ini jelas sekali tidak sesuai dengan norma dan adat istiadat bangsa. Apalagi, bagi beberapa orang, transgender pun dianggap melanggar nilai agama. Namun, sebenarnya di Indonesia ada sosok transeksual (sudah sampai melakukan operasi) yang malah menjadi panutan banyak orang, yaitu Bunda Dorce.

Sponsored Ad

Tahun 1986, Dorce resmi sah diakui sebagai wanita dan sudah tidak lagi menggunakan nama Dedi Yuliardi di KTP-nya, melainkan Dorce Ashadi dan memiliki nama Dorce Gamalama sebagai nama panggungnya. Walau demikian, tentu saja kehidupan seorang Dorce Gamalama tidak dengan mudahnya diterima oleh semua orang. Orang-orang mempertanyakan moral dan juga akhlak dari dirinya atas keputusannya tersebut.

Kerap mendapat pandangan sinis dari orang-orang sekitar, Bunda Dorce tidak mau ambil pusing dan malah terus menjalani hidup ini dengan sebaik mungkin. Ia tercatat memiliki anak yatim sebanyak 600 orang dan memiliki 4 anak angkat.

Sponsored Ad

Dia selalu berkata,”Nanti gimana akhir hidup saya, itu urusan saya. Nanti saya punya surat wasiat jangan ribut, jangan pusing siapa yang mau mandiin, nanti saya mandi sendiri. Mau dikubur di mana, jangan kuatir, saya punya kuburan sendiri. Jadi orang jangan nyinyir, kan ada anak-anak saya yang tahu siapa saya, jadi saya gak perlu ragu dan takut.” Saat ini, sudah hampir tidak ada lagi yang mempermasalahkan gender dari Dorce, di mata orang-orang ia malah seorang publik figur yang inspiratif.

Sponsored Ad

Tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara lainnya pun ada beberapa tokoh transgender yang awalnya direndahkan justru berhasil membungkam para hatersnya. Salah satu contohnya seperti Jamie Windust. Jamie Windust adalah seorang chief editor, penulis lepas, model dan juga public speaker.

Salah satu majalah yang ia terbitkan, yaitu Fruitcake memenangkan Graduate Fashion Week 2018 di London dan telah terjual di beberapa negara besar seperti Amerika, Jerman, Prancis, Spanyol dan lainnya.

Sponsored Ad

Jamie Windust adalah pemuda yang baru berusia 20 tahun. Di usia muda, ia sudah menjadi penulis yang sering kali mengangkat isu-isu soal kesetaraan dan pengetahuan mengenai nonbiner (kategori dari seluruh identitas gender yang tidak secara eksklusif atau khusus maskulin dan feminim saja).

Sebagai seorang model, Jamie Windust juga kerap kali mengisi kelas di sebuah universitas dan memberikan materi seputar seni kreatif. Kursus yang diberikan biasanya untuk memastikan agar para siswa kelak bisa bekerja dengan memiliki sudut pandang yang beragam dan bisa mempertanggungjawabkan segala yang dilakukannya.

Sponsored Ad

Jamie Windust sendiri adalah seorang laki-laki, namun menginjak umur 14 tahun, ia mulai jatuh cinta pada seni drama dan juga fashion. Ia merasa bahwa dirinya sangat mencintai hal itu dan seni adalah passionnya.

Pada awal kemunculannya, Jamie Windust sering kali dipandang sebelah mata dan mendapat penolakan. Evolusi fashion yang ia ciptakan dianggap tidak jelas dan aneh. Namun, Jamie Windust tetap bertahan pada pendiriannya. Jamie Windust memang sengaja melakukan evolusi fashion melalui proses sosial, di mana dirinya belajar untuk hidup di dunia yang menolak beberapa gender dan mengembangkan batasan-batasan yang ada selama ini.

Sponsored Ad

Seperti kita tahu, karena masalah gender, beberapa jenis fashion seperti sudah terpatok secara jelas, contohnya akan tidak pantas jika laki-laki mengenakan rok. Padahal, menurut Jamie Windust, asalkan seseorang merasa nyaman, tidak ada seorang pun yang bebas menghakimi dan menilai baik buruknya sesuatu. Maka dari itu, kita bisa melihat bahwa gaya berbusana dari Jamie Windust memang ‘tidak jelas’ dan tidak bisa ditentukan apakah gayanya termasuk feminim atau maskulin.

Sponsored Ad

Dalam menjalani hidup, Jamie Windust selalu menerapkan untuk selalu mencoba yang terbaik. “Jadilah seorang yang unik, jadilah diri sendiri. Jangan dengarkan orang-orang yang hanya bisanya menjatuhkan dirimu saja. Jika kamu ingin menjadi orang yang kamu sukai, perjuangkanlah hal tersebut,”kata Jamie Windust. Jamie Windust berharap agar dalam 10 tahun mendatang dirinya bisa mendirikan industri fashion kreatif sendiri.

Dari kisah 2 orang ini, kita sebagai sesama manusia sebenarnya tidak berhak untuk menilai benar salahnya seseorang. Namun, beberapa orang selalu berkata,”Sebagai manusia, sekedar mengingatkan.” Hanya saja sebenarnya yang lebih sering terjadi adalah bukan sekedar mengingatkan, tapi langsung menghakimi. Padahal, sudah sewajarnya setiap manusia berbuat kesalahan dan dari setiap aspek kehidupan kita pasti ada sisi positif dan negatif.

Sponsored Ad

Bukan bermaksud mendukung, namun setiap orang berhak menentukan jalan hidup masing-masing asal ia pun bersedia menanggung segala resiko, ya salah satunya seperti dikucilkan dari masyarakat misalnya. Namun, mengutip dari kata-kata Bunda Dorce,”Saya jalannya benar, saya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Saya bahkan sudah menunaikan ibadah haji 2 kali. Saya bukannya jadi perempuan untuk menggoda orang, nge-jablay atau menjual tubuh saya. Saya gak pernah memamerkan gunung kembar atau apa.”

Daripada menghakimi dan membuatnya semakin tidak nyaman, jika ada teman atau orang terdekat yang ternyata merupakan transgender, sebaiknya kita mencoba berpikir dari sudut pandang lain. Jika mereka memang sudah melanggar nilai agama, bukan berarti kita juga harus memperlakukan mereka tanpa perikemanusiaan bukan?


Sumber: Thelifeofedie, Tribun

Kamu Mungkin Suka