Menantu Minta Dibelikan Rumah, Tak Disangka, Ia Berencana untuk Melakukan "Hal Keji Ini"!

Namaku Citra, tahun ini aku berusia 58 tahun.


Aku dah suami berjualan pancake di jalan. Setiap pagi, kami bangun jam 5 pagi dan pulang jam 10 malam. Mau hujan atau badai, kami tetap bekerja untuk mencari uang. Semua ini kami lakukan demi putra tunggal kami, Joni.

Joni adalah kebanggaan kami. Joni adalah anak yang baik dan pintar, kami berharap suatu hari nanti, Joni masuk ke universitas yang bagus. Tetapi, menyekolahkan anak butuh uang. Kami pun makan roti setiap hari agar uang kami bisa tersimpan. Kehidupan kami yang irit seperti ini membuat kami berhasil menyimpan uang sebesar 150 juta rupiah.

Sponsored Ad


Waktu SMA, Joni pacaran dengan satu gadis kota. Setelah lulus kuliah, gadis tersebut berkata akan menikah dengan Joni jika dia bisa membelikan rumah. Namun pekerjaan Joni masih tidak stabil, sehingga Joni masih belum mampu. Gadis itu merasa bahwa Joni terlalu miskin dan minta putus dengannya. Demi mencegah hal itu terjadi, aku dan istri mengeluarkan semua uang simpanan kami dan membelikan Joni sebuah apartemen di kota dengan 3 kamar tidur.

Pada saat itu, aku ingin menuliskan nama Joni di sertifikat apartemen tersebut. Namun suamiku melarangnya karena takut kami tidak memiliki apa-apa di masa tua nanti. Akhirnya, aku menulis nama kami di sertifikat tersebut.

Sponsored Ad


Apartemen itu baru boleh kami tinggal setelah 2 tahun cicilan. Itulah mengapa hari pernikahan Joni dijadwalkan 2 tahun setelah apartemen dibeli.

Kami berpikir semuanya sudah berjalan dengan lancar, Joni akhirnya bisa menikah. Tak disangka, pacar Joni minta uang sebesar 50 juta karena namanya tidak tertera di sertifikat apartemen. Setelah pinjam sana sini, akhirnya terkumpul juga uang sebesar 50 juta.

Sponsored Ad


Di hari pernikahan mereka, aku membawa kentang, beberapa ayam dan makanan lainnya untuk menjamu tamu-tamu. Begitu melihat barang bawaanku, istri Joni langsung terlihat tidak senang. Katanya, ayam dari desa banyak bakterinya. Aku pun membawa ayam-ayam tersebut ke pasar dan menukarkannya dengan ayam disana.


Apartemen baru penuh dengan kerabat, keluarga dan anak-anak. Istri Joni menyuruhku untuk menyiapkan teh hangat untuk semua orang. Aku tidak pernah memakai gas listrik sehingga aku bingung cara memakainya. Melihat hal tersebut, istri Joni langsung marah-marah. Katanya aku orang desa, ini itu tidak bisa. Setelah membantuku membukakan api, istri Joni langsung keluar dan berbincang-bincang dengan orang lain.

Sponsored Ad

Setelah selesai, aku pergi ke balkon untuk menghirup udara segar. Tidak lama kemudian, seorang bocah kecil datang dan menatapku sesaat.

"Apakah kamu ibu mertua bibi?" tanyanya.

Aku mengangguk dan memberikannya permen. "Kamu memberiku permen, tetapi mengapa bibiku sering menceritakan hal buruk kepada nenekku?"

Anak itu melihat sekelilingnya, memastikan tidak ada orang dibalkon dan akhirnya berkata, "Bibi mengatakan bahwa dia ingin mengganti nama rumah baru ini menjadi namanya. Setelah itu, aku jadi bisa datang setiap hari deh!". Aku pun terdiam kaget, bingung harus berpikir apa.

Sponsored Ad


Aku pulang setelah makan malam. Awalnya, aku masih mau memberi menantuku uang. Tapi setelah mendengar apa yang dikatakan bocah itu kepadaku, aku mengurungkan niatku. Aku juga menceritakan hal tersebut kepada suamiku. Dia kesalnya bukan main, dan bahkan ingin menjual rumah tersebut. Kelihatannya, Joni juga tidak mungkin mengurus kita.

Kami memutuskan untuk menjual rumah tersebut. Sudah cukup kami diperlakukan seperti ini oleh menantu kami.

Bagaimana menurutmu sob?

Sumber: foyuan.news

Kamu Mungkin Suka