Semasa Kecil Hidup di Trotoar Karena “Alasan Ini”, Kini Ia Menjadi Penari Kelas Dunia!

Semasa kecilnya, anak laki-laki ini tidak pernah langsung pulang ke rumah seusai sekolah. 

Di mengerjakan PR-nya di jalan dan menemani ibunya dalam demo damai selama berjam-jam bahkan berhari-hari. Ben Chen, tumbuh dan besar di sebuah trotoar yang sibuk di London. 

Sponsored Ad

Sampai akhirnya dia bisa menjadi bagian dari Shen Yun Performing Arts (perusahaan musik dan tari klasik Tiongkok di New York), seorang penari kelas dunia.

Falun Gong atau Falun Dafa adalah latihan kultivasi jiwa dan raga kuno berlandaskan prinsip-prinsip Sejati, Baik dan Sabar.

Namun, kehadiran Falun Gong dianggap sebagai ancaman bagi rezim otoriter. Dengan memiliki praktisi berjumlah 70 hingga 100 juta orang, Partai Komunis Tiongkok (PKT) mereka pun melakukan penganiayaan brutal untuk menghentikan latihan itu di tahun 1999. Akibatnya, jutaan pengikut Falun Gong telah berhasil ditangkap dan ditahan.

Sponsored Ad

Selama 18 tahun terakhir, sudah banyak praktisi Falun Gong harus kehilangan rumah, pekerjaan bahkan nyawa mereka. Yang lebih kejam, terjadi praktek pengambilan organ hidup-hidup terhadap para tahanan ini.

Untuk membuktikan dan menginformasikan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi dan menyangkal propaganda fitnah yang disebarkan oleh media global PKT, maka para praktisi Falun Gong melakukan parade, penyalaan lilin, membagikan selebaran, menyiapkan web dan surat kabar. Mereka melakukan segalanya yang mereka bisa untuk menyelamatkan Falun Gong.

Sponsored Ad

“Kunci bagi kami adalah menyuarakan fakta sesungguhnya, untuk memberi tahu orang-orang Tiongkok dan komunitas internasional perihal apa yang sedang terjadi, ketika seluruh dunia dijejali kebohongan tentang Falun Gong oleh mesin propaganda Partai Komunis Tiongkok yang luar biasa, ”begitulah yang ditulis Ben Chen, dalam postingan blog yang di situs web resmi Shen Yun.

Sebelum tergabung dengan Shen Yun, Chen dan ibunya rajin menghadiri aksi damai 24/7 di trotoar yang menghadap Kedutaan Besar Tiongkok di Portland Place, London.

Sponsored Ad

Aksi itu dimulai 5 Juni 2002 ketika Chen masih 11 tahun. Mereka bersama yang lain menghabiskan waktu bermeditasi, dan bermalam dengan tidur memakai tenda di pinggir jalan. Setiap pagi Chen bangun jam 7, menyikat gigi di resto terdekat, naik kereta bawah tanah setengah jam, menempuh perjalanan 20 menit dengan bus baru tiba di sekolah. Sore harinya kembali dan mengerjakan PR di pinggir jalan.

Sponsored Ad

Kakek Chen menulis email pada orang tua Chen,”Seseorang harus diberi imbalan atas upaya yang telah dilakukannya. Tetapi kalian bekerja sangat keras tanpa dibayar.”

Chen lalu menulis balasan seperti ini,”Saya selalu percaya bahwa kesulitan dapat menggembleng karakter seseorang, memperkaya pengalaman, dan meningkatkan moralitasnya. Ini mirip dengan prinsip-prinsip kultivasi. Tentu saja kita bukannya sengaja mencari penderitaan. Tetapi di tengah-tengah kesulitan hidup ketika orang lain memperlakukan saya dengan buruk, bahkan saat dianiaya, saya tidak boleh menyerah. Saya harus berjalan di jalur saya sendiri dengan tekad yang bulat.

Sponsored Ad

Ayah dan Ibu sangat sibuk, karena penganiayaan telah berlangsung, dan masih berlanjut sampai sekarang. Banyak orang tidak tahu itu. Kehidupan manusia sangat berharga. Itu sebabnya Ibu dan Ayah dapat bekerja siang dan malam.

Sponsored Ad

Kakek mengatakan usaha harus diberi imbalan. Itu memang benar. Bertahun-tahun telah berlalu. Tidak masalah dengan situasi keluarga kami, atau dengan cara orang tua membesarkan saya, kami mungkin tidak melihat imbalan apapun pada saat ini. Sebaliknya, semua itu akan muncul bertahun-tahun kemudian. Usaha Ayah dan Ibu tidak sia-sia.

Konfusius mengajarkan keadilan dan takdir. Terlepas dari hasilnya, kita semua berhasil, karena dari segi moralitas dan hati nurani, kita akan selalu berada dalam posisi yang tak terkalahkan.”

Sponsored Ad

Tahun 2008 Chen ke New York untuk belajar di Akademi Seni Fei Tian. Lalu tahun 2011, dia menjadi penari dalam tur dunia Shen Yun Performing Arts dan memberitahu dunia apa yang terjadi dengan para praktisi Falun Gong di Tiongkok. Setiap tahun pada bulan Mei, Chen kembali ke London menjenguk orang tuanya yang masih melanjutkan perjuangan.

Ketika Chen melakukan bagian terakhir dari tari “The Divine Renaissance Begins” dia merasa seperti kembali berada di seberang Kedutaan Besar Tiongkok.

Sponsored Ad

“Jadi, bisakah Anda membayangkan kegembiraan yang dirasakan, karena tirai itu terbuka untuk terakhir kalinya, mengungkapkan adegan dan cerita dari Tiongkok masa kini? Dapatkah Anda membayangkan kegembiraan dan kesedihan yang dirasakan, layaknya seorang remaja yang bernostalgia atas satu dekade kegigihan dalam angin dan hujan yang datang membanjiri dirinya kembali, di atas panggung?

Namun kemudian di atas panggung, suara bus menghilang. Suara itu berubah menjadi musik dari kelompok orkestra.

Dan tidak hanya beberapa pejalan kaki yang lewat. Itu adalah gedung yang penuh dengan penonton, yang siap untuk mendengarkan apa yang kami sampaikan lewat penampilan kami," ungkap Chen.

Chen tau dia tidak lagi menari untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk jutaan praktisi di luar sana yang masih mengalami hal buruk, untuk ibunya dan untuk setiap orang, jutaan jiwa di seluruh dunia yang masih selalu dan akan terus mempercayai bahwa kebaikan akan selalu menang.

 

Sumber: Erabaru

Video rekomendasi:

Kamu Mungkin Suka