Kampung Ini Dulu Ditakuti Karena Dihuni Banyak Preman, Siapa Sangka Kini Orang-orang Berebut Datang ke Sana

Kampung Dadapsari, Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo selama ini dicap sebagai kampung preman hingga membuat warga sekitar geram.

Hal ini membuat seorang aktivis sosial bernama Danny Setyawan membuat rumah baca untuk memberikan pencerahan bagi warga kampung tersebut. Bukan tanpa alasan Dany mendirikan rumah baca ini. Tingkat kemiskinan dan berpendidikan rendah di Kampung Dadapsari membuat anak-anak hanya dapat sekolah hingga SMA, setelah itu mereka harus bekerja.

Sponsored Ad

Namun dengan kurangnya keahlian yang dimiliki oleh anak-anak tersebut, maka mereka tetap akan kesulitan mencari kerja. Kondisi ini dipersulit dengan adanya sebutan Kampung Preman pada Kampung Dadapsari ini.

"Banyaknya pengangguran di kampung Dadapsari Sangkrah Solo mengakibatkan remaja mengenal minuman terlarang, terlibat dalam kenakalan remaja, perjudian. Bahkan ada beberapa pemuda terlibat dengan tindakan tindakan kriminalitas seperti pencurian, perampokan, penjambretan, barang terlarang," kata Pembina Rumah Baca Sangkrah, Danny Setyawan (42) kepada Kompas.com

Sponsored Ad

Sebelum mendirikan rumah baca, warga kampung meminta Danny mendirikan perpustakaan namun agar tidak terkesan formal Danny mengusulkan mendirikan rumah baca. Tidak adanya lahan untuk membangun rumah baca menjadi salah satu rintangan. Akhirnya pos ronda berukuran 1,5 meter x 2,5 meter kemudian direnovasi dan membangun rak-rak buku. Niatan ini mendapatkan respon positif dari berbagai pihak.

Dibantu oleh beberapa relawan dan memaksimalkan media sosial, hasilnya netizen tergerak mengirim bantuan buku baca dari seluruh Indonesia. "Dan akhirnya rumah baca itu secara resmi dibuka terhitung sejak 17 Januari 2014 silam," kata Danny.

Sponsored Ad

Kebutuhan akan ruang untuk program pemberdayaan, awal Februari 2016, dengan bantuan beberapa teman rumah baca menyewa sebuah rumah seluas 300 meter persegi seharga Rp 20 juta setahunnya. "Rumah itu sampai sekarang digunakan untuk berbagai kegiatan pemberdayaan warga," jelas Danny.

Kesuksesan rumah baca yang diberi nama Rumah Baca Sangkrah ini menarik dan menginspirasi banyak orang. "Beberapa akademisi baik mahasiswa dan dosen juga telah banyak mengadakan penelitian di rumah baca. Tahun 2016 sekitar seratus orang lebih dari jaringan mahasiswa sosiologi se Jawa Bali mengadakan kunjungan dan belajar langsung ke Rumah Baca Sangkrah," jelas Danny.

Sponsored Ad

Kini koleksi buku milik Rumah Baca Sangkrah mencapai lebih dari 2.000 buku hasil dari bantuan seluruh masyarakat. Tak hanya buku, di sini juga menyediakan internet gratis, TV kabel, alat musik, hingga mainan edukasi.

Danny menyebutkan saat sudah ada 15 pemuda binaannya yang memiliki keahlian siap pakai dalam bidang sablon, rias, pahat, gambar. Tak hanya dibekali keterampilan, anak asuhnya juga mendapatkan ilmu berwirausaha dan tetap peduli sesama. "Sebagai buktinya, hasil penjualan barang, sekitar 20 persen digunakan untuk kembali ke masyarakat dalam bentuk edukasi," kata Danny.

Sponsored Ad

Karya yang dihasilkan warga binaan Rumah Baca Sangkrah dapat diekspor hingga ke Eropa. Contohnya patung bebek yang berbahan bonggol atau akar bambu ori dan karya berupa kaos dipesan distro di kota Solo dan kota lain di Indonesia. Seorang warga binaan bernama Handy Saputra (22 tahun) mengaku setelah ia bergabung di Rumah Baca Sangkrah ini, banyak perubahan positif dan dapat mengasah keahlian juga.

Kini ia sudah mahir dalam pengecatan air brush dan bisa menerima pesanan. Tak hanya ingin sukses sendiri, ia juga mengajak teman-temannya yang putus sekolah. "Saya coba gerakkan teman yang putus sekolah untuk sama-sama terjun ke dunia air brush. Dan syukur ada dua orang yang ikut bergabung. Saya ajak mereka daripada mereka tidak ada kegiatan di rumah sehingga terjerumus pergaulan bebas," ucap Handy.   


Sumber : Kompas

Kamu Mungkin Suka