Sekilas Penampilan Tukang Tambal Ban Ini Biasa Saja. Begitu Tahu Gelar di Belakang Namanya, Netizen Malu Setengah Mati !

Meski berpendidikan tinggi dan meraih gelar Magister Pendidikan, Kadiyono, warga Dusun Jagalan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ini tidak malu menjadi tukang tambal ban di pinggir jalan. Bahkan, Kadiyono bangga dengan pekerjaan sekarang, karena bisa membiayai kuliahnya hingga menyandang lulus S2. Setiap hari bapak tiga orang anak ini hanya mengenakan kaos dan celana pendek, serta bergumul dengan peluh membuka dan menambal ban. Lulusan Magister Pendidikan (MPd) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta ini mengaku, dari menambal ban ini bisa membiayai kuliah hingga S2.

Sponsored Ad

"Syukur, berkat tambal ban ini, saya lulus S1 dan mendapatkan gelar Sarjana Sosial dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom). Dan baru gelar S2-nya di Universitas Muhammadiyah Surakarta," kata Kadiyono, Selasa (26/5).


Dikatakannya, usaha menjadi seorang tukang tambal ban ini sudah ditekuninya sejak usia delapan tahun. Sejak lulus dari SMA Muhammadiyah 2 Boja pada 1989 silam, Kadiyono langsung mengikuti kursus montir, hingga satu tahun kemudian dia bisa melanjutkan belajar ke perguruan tinggi di STIK Semarang. Namun, perjuangannya sempat terhenti setelah menikahi Mutmainah pada 1997, karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan membuat Kadiyono memilih untuk cuti kuliah. Terlebih lagi, anak pertamanya lahir dua tahun kemudian.

Sponsored Ad

"Saat cuti, semua materi mata kuliah sudah hampir kelar semuanya. Dan tahun itu kondisi keuangan mulai membaik, saya kemudian melanjutkan kuliah kembali. Dan akhirnya, baru dapat diwisuda 2001. Sebelumnya, setiap pulang kuliah saya buka tambal ban," ujarnya.

Diungkapkannya, sewaktu menempuh pendidikan jenjang S1, dia terpaksa harus bolak-balik Semarang-Boja dengan mengendarai motor bentley tua-nya. Meski begitu, tak ada rasa putus asa yang menyelimuti dirinya. Sampai suatu ketika, dia mendapat kesempatan menjadi guru di SD Muhammadiyah Boja dan berhasil mendapat tunjangan sertifikasi selama dua tahun. Dari tunjangan itulah Kadiyono bisa melanjutkan studi S2. Akhirnya, keinginannya untuk menempuh pendidikan ke Magistra terpenuhi tahun 2010, yakni, dengan memilih kelas karyawan yang masuk setiap Jumat-Minggu. Selama menjalani kuliah, dia selalu menginap di asrama kampus.

"Awalnya, saya musyawarah sama istri, dari tunjangan ini bagaimana kalau untuk mengambil S2 dan istri sangat mendukung. Meski kini sudah S2, tapi masih ingin belajar lagi agar bisa meraih gelar doktor. Saya tahu, biayanya mahal, tapi hingga kini saya sudah mencari beasiswa, tapi belum berhasil," imbuhnya.

Kini, selain menjadi tutor di Universitas Terbuka Semarang dirinya juga mendapat amanah memegang jabatan Kepala SLB Surya Gemilang di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.


Sumber : Merdeka

Kamu Mungkin Suka