Ayah Pergi Tanpa Meninggalkan "Warisan Sepeserpun"! Tapi Begitu Baca "Isi Suratnya", Aku Berlinang Air Mata!

Akbar adalah seorang anak yang pendiam. Ia pendiam karena ada alasannya. Ayahnya meninggal saat ia masih umur 5 tahun. Ibunya kemudian menikah lagi dengan seorang duda beranak 1, namanya Fadli.

Ketika ia dan ibunya pindah ke rumah ayah barunya, kedatangan mereka tidak diterima baik oleh Fadli. Fadli 5 tahun lebih tua dari Akbar. Ia seringkali menindas Akbar dan ibunya bahkan berusaha untuk mengusir mereka dari rumah.

Tapi meskipun Fadli tidak suka sama Akbar dan ibunya, ayah baru Akbar sayang sekali padanya dan ibunya. Hanya saja Akbar sendiri tidak terlalu suka dengan ayah barunya. Ia bahkan tidak pernah memanggilnya ayah, selalu panggil 'om'.

Sponsored Ad

Tak terasa, 20 tahun pun berlalu. Akbar sudah lulus dari perguruan tinggi dan sudah bekerja. Ayahnya membuka pabrik jus kemasan tak jauh dari rumah.

Beberapa tahun kemudian, ayahnya kena stroke dan duduk di kursi roda. Gara-gara itu, pabriknya harus ditutup. Akbar dan ibunyalah menjaganya. Ke mana Fadli? Karena tidak suka dengan keluarga barunya, Fadli pun memilih untuk kuliah dan bekerja di luar negeri.

Sponsored Ad

Beberapa tahun kemudian, ibu Akbar meninggal karena penyakit jantung. Kini hanya tersisa Akbar seorang yang bisa menjaga ayahnya. Akbar pun menelepon Fadli untuk pulang, namun ia tidak menyangka Fadli akan berkata seperti ini pada ayahnya, "Kalian bertiga baru satu keluarga. Ayah bisa kena stroke juga karena siapa? Karena mereka berdua kan? Akbar sama ibunya! Gak ada hubungannya sama aku!"

Mendengar perkataan anaknya di telepon, sang ayah pun berkata pada Akbar, "Anakku sendiri tidak peduli padaku. Aku hidup atau mati juga sama saja. Aku duduk di kursi roda setiap hari. Makan minum harus ada yang urus. Apa artinya aku terus hidup?"

Sponsored Ad

"Om, jangan bilang begitu. Fadli gak mau tahu, tapi saya tidak. Biar saya yang jaga om. Om juga sudah jaga saya sama ibu, sudah semestinya saya balik jagain om", kata Akbar.

Begitulah, Akbar merawat ayahnya selama 8 tahun. Selama 8 tahun ini, Akbar juga menikah dan punya anak. Ia dan istrinya bersama-sama menjaganya.

Sponsored Ad

Sampai akhirnya di tahun ke-9, ayahnya meninggal tutup usia.

Begitu tahu ayahnya meninggal, Fadli terbang kembali dari luar negeri khusus untuk mengambil harta warisan. Sang ayah tahu kalau Fadli pasti akan pulang merebut harta warisan, untuk itu, sebelum pergi, ia sudah mengatur semuanya.

Ia memberikan 400 juta untuk Fadli, dan 0 untuk Akbar. Ia tidak meninggalkan warisan apapun untuk Akbar.

Sponsored Ad

Melihat Akbar tidak dapat apa-apa, Fadli amat senang dan kembali ke luar negeri dengan uang itu.

Istri Akbar pun marah-marah karena mereka tidak kebagian sepeser pun padahal selama ini mereka sudah merawatnya dengan susah payah. Akbar tidak berkata apa-apa, cuma menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa mereka memang tidak memiliki hubungan darah, jadi dia juga tidak bisa berharap mendapat warisan. Tidak apa-apa pikirnya, yang penting ia merawatnya selama ini sebagai tanda balas budi karena telah membesarkannya.

Sponsored Ad

Setengah bulan setelah kepergian sang ayah, Akbar menemukan sepasang kaus kaki di laci mejanya. Di dalam kaus kaki tersebut terdapat secarik kertas seperti surat yang telah dilipat-lipat.

Akbar kemudian membuka dan membacanya,

"Akbar, anakku yang baik, setelah om pergi, usaha om om serahkan sama kamu.

Kamu jauh lebih baik, jauh lebih berbakti daripada kakakmu. Om percaya sama kamu.

Sekarang kamu bisa fokus kembangin usaha ini sama istri kamu berdua. Ini resep yang om pakai turun-temurun, ini rahasia, harus dijaga baik-baik.

Sponsored Ad

Di dalam kartu ini ada 2M, pakailah buat merintis usaha kamu. Om tahu kamu pasti bisa, pasti berhasil.

Om takut kalau Fadli tahu, dia bakal rebutan sama kamu, karena itu om sembunyi-sembunyi biar gak ketahuan.

Akbar anakku yang baik, om terima kasih sama kamu karena sudah jagain om selama ini."

Begitu selesai baca, air mata Akbar jatuh. Dia tidak menyangka kalau ayah yang selama ini ia panggil 'om' telah menganggapnya seperti anak sendiri.

Sponsored Ad

Akbar memeluk surat itu, menangis dan menangis, dan berkata, "Ayah, Akbar mau jadi anak ayah. Kalau ada kehidupan selanjutnya, Akbar masih mau jadi anak ayah."

Itu adalah pertama kalinya Akbar memanggil ayahnya dengan sebutan 'ayah', tapi sayangnya sang ayah sudah tidak bisa mendengar lagi panggilan itu.

Terharu dengan kisah ini? Yuk BAGIKAN ke temen-temen kamu!

Sumber: umtalk

Kamu Mungkin Suka