​Heboh! Ilmuwan Amerika Ini "Mengubah Jenis Kelaminnya" dari Wanita Jadi Pria! "Alasannya" Bakal Bikin Kamu Terkejut!

Di era modern sekarang, kesetaraan gender sudah semakin membaik termasuk di Indonesia. Berdasarkan The Global Gender Gap Index tahun 2017, Indonesia berada di peringkat 9 sebagai negara dengan skor kesetaraan gender tertinggi di Asia. Ini berarti pria dan wanita menerima perlakukan yang sama baik dalam bidang politik, tempat kerja, maupun pendidikan.

Namun, lain ceritanya dengan beberapa puluh tahun yang lalu dimana diskriminasi gender masih kerap terjadi. Wanita tidak bisa mendapat kesempatan yang sama dengan pria dalam jenjang karir maupun akademis. Bahkan wanita yang memiliki bakat yang luar biasa pun 'dipersulit' hingga tidak bisa mengembangkan potensinya sepenuhnya, hanya karena ia 'seorang wanita'.

Sponsored Ad

Beberapa puluh tahun yang lalu, ilmuwan wanita harus bekerja 2,5 kali lipat lebih keras daripada ilmuwan pria ketika mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana penelitian.

Ben Barres, seorang profesor di Universitas Stanford, Amerika, pun tak luput dari diskriminasi tersebut.

Sponsored Ad

Barres sebelumnya dikenal sebagai Barbara, lahir pada tahun 1954 dan memiliki seorang adik perempuan kembar. Dari kecil, bakat Barbara sudah menonjol dibanding anak seumurannya. Kecerdasannya tersebut membuat ia berhasil diterima di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dimana rata-rata yang diterima di sana semua laki-laki.

Sponsored Ad

Namun walaupun hidup dalam lingkungan yang dipenuhi kaum adam, Barbara tetap bersikap positif mengekspresikan pandangannya di kelas, selalu menjadi pertama yang mengangkat tangan dan memecahkan masalah di dalam kelas. Namun, Barbara juga tidak bisa menghindar dari ejekan siswa lainnya. Bahkan, ia pernah diejek oleh dosennya sendiri, "Wuih, masa sih kamu berhasil jawab pertanyaan ini? Apa jangan-jangan kamu minta bantuan pacar kamu ya!?"

Namun, diskriminasi gender yang dialaminya tidak membuatnya gentar, tapi malah mendorongnya untuk bekerja lebih keras daripada yang lain. Setelah lulus dari Massachusetts Institute of Technology, ia terus mengejar gelar Bachelor of Medicine di Universitas Dartmouth dan gelar Ph.D. di Universitas Harvard. Wah, jenius sekali yah!

Sponsored Ad

Selama berada di Harvard, dia pernah mempublikasikan skripsi sebanyak 6 kali, sampai kepala dosennya berkata, "Saya sudah lihat skripsi kamu! Bagus sekali! Kamu pasti bisa!" Namun ternyata, yang menerima beasiswa adalah seorang mahasiswa yang cuma menulis 1 skripsi, seorang mahasiswa 'laki-laki' yang kemampuannya tidak lebih hebat darinya.

Diskriminasi itu begitu terasa dan terus mengikutinya seumur hidup.

Sponsored Ad

Setelah lulus dari Harvard, ia pun melakukan penelitian di University of London dan menjadi asisten profesor di Stanford University pada tahun 1993. Pada saat yang sama, ia mendapati dirinya menderita kanker payudara. Salah satu payudaranya harus diangkat.

Akhirnya di usia 41 tahun, ia pun memutuskan untuk menjadi laki-laki sepenuhnya. Ia pun menyembunyikan identitasnya, dan mengklaim bahwa dia adalah kakak Barbara, Barres.

Sponsored Ad

Setelah menjadi seorang laki-laki, ia berpartisipasi dalam pidato akademik dan menerima tepuk tangan dari semua orang. Yang paling ironis adalah, ada profesor yang berkomentar, "Pidato hari ini benar-benar hebat! Penelitian ini jauh lebih baik dari adiknya (Barbara)."

Sejak itu, karir Barres meroket. Dalam kurun waktu 1 tahun, ia diangkat dari asisten profesor menjadi wakil profesor, lalu diangkat lagi menjadi profesor dalam waktu 3 tahun. Barres bahkan mendirikan perusahaan bioteknologi sendiri. Berkat penelitiannya, banyak pengobatan penyakit Alzheimer mulai muncul.

Sponsored Ad

Setelah sukses, Barres mengungkapkan identitasnya dan aktif berpartisipasi dalam berbagai forum tentang kesetaraan gender. Ia menyuarakan suaranya untuk wanita dan mengunkap bahwa langkanya wanita di dunia sains dan teknologi adalah karena adanya diskriminasi terhadap perempuan di masyarakat. Selama ada kesetaraan gender, ada peluang yang setara, maka perempuan juga dapat mengguncang dunia sains dan teknologi.

Sponsored Ad

27 Desember 2017 kemarin, Barres tutup usia pada usia 63 tahun akibat kanker pankreas yang dideritanya. Dikabarkan bahwa ia masih menulis surat rekomendasi untuk muridnya sebelum kematiannya.

Barres tidak hanya seorang ilmuwan, tapi juga seorang 'pendobrak' bagi kesetaraan gender, mendukung perempuan untuk mendapatkan hak dan peluang yang sama. Sampai sekarang masih banyak wanita hebat lain di luar sana yang berjuang demi hak-hak mereka. Selama kesetaraan gender diakui di masyarakat, maka lelaki dan perempuan akan mendapat hak yang adil dan sama!

Yuk BAGIKAN kisah ini ke teman-temanmu!

Sumber: ettoday

Kamu Mungkin Suka